Ketika Alam Sudah Mengamuk, Penyesalan Siap Berjabat Tangan
Copyright: Jurnal Barat Borneo |
Manusia, sejatinya tidak bisa lepas
dari angan untuk mencapai kepuasan yang sifatnya pribadi maupun kelompok. Sebagian
dari mereka akan melakukan cara apapun, meskipun bagi sebagian manusia baik di
semesta ini menganggap cara itu adalah cara yang menyimpang. Ingin kaya, “korupsi”,
ingin terkenal juga sepertinya bisa lewat cara melencengkan sedikit “ideologi”
penting bangsa ini, dan kemudian diangkat jadi duta “ideologi”. Maaf menyinggung,
namun yang aku bicarakan ini adalah fakta yang sudah tersimpan rapi dalam
rekaman memori canggih setiap umat di semesta “merah putih” ini.
Dari kejadian tersebut, banyak umat
normal yang meradang. Mereka sadar, bahwa kejadian tersebut bertolak belakang
dengan logika yang mutlaknya selalu menentang kemustahilan. Logikanya, yang
salah harus menerima hukuman, bukan proses hukum atau peradilan yang
berbelit-belit sehingga mereka bisa lolos dari tajamnya mata pisau hukum yang
berlaku. Serta yang salah seharusnya tidak malah dinobatkan untuk mendapat “gelar”
penghargaan. Ingin jadi duta pariwisata? Tebang aja pohon di hutan!! Begitu istilahnya.
Dalam dialog diatas, kita sedikit
beruntung, yang meradang hanya umat manusia kadang terpenjara khilaf, masih
bisa meredam, memaafkan dan mencari jalan yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan. Namun, bagaimana jika yang meradang adalah alam semesta? Siapa yang
dapat menghentikanya? Jika ada selain Tuhan YME, kucium tanganya dan kusembah
namanya!
Kita hanya bisa mencegah, namun
tidak semua nya bisa dicegah. Sebagai contoh, sudah adakah cara menghentikan Tsunami, Gempa Bumi, dan Gunung Meletus? Malah umat ini semakin
liar, bukan mencegah, tapi malah menciptakan salah satu dari ketiga bencana
diatas. Seperti korea utara yang melakukan Uji Coba Bom Hidrogen yang
menyebabkan “Gempa Bumi” berskala 6, 2 skala Richter. Kalian dapat membacanya
di sini.
Sebagai umat yang penuh kekurangan
di semesta ini, kita hanya bisa mencegah terjadinya banjir, longsor dan erosi
daerah tepi laut yang katanya dapat mengilangkan wilayah daratan sedikit demi
sedikit. Oke, secara logika memang bisa kita lakukan. Mencegah banjir, bisa
kita lakukan dengan tidak membuang sampah di daerah aliran sungai (DAS),
sehingga kedalaman sungai tersebut akan tetap terjaga dan mampu menampung
volume air yang besar. Jika banjirpun tidak akan separah sepeti yang terjadi
dalam video berikut.
Setelah itu longsor, secara logika
kita bisa mencegahnya dengan menanam banyak pohon di bukit-bukit atau gunung
yang gundul. Sehingga, semakin banyak pohon, semakin banyak pula akar-akar kuat
yang dapat menahan tanah untuk bergerak turun (longsor). Selanjutnya erosi di
daerah daratan dekat pantai yang dapat kita cegah dengan menanam banyak pohon
bakau (mangrove) serta menyusun tembok penghalang yang dapat memecah ombak. Simple
kan, namun sayangnya kita tidak seluruhnya memiliki pemikiran seperti itu. Masih
banyak saja manusia yang menebang pohon secara berlebihan (babat, bantai,
selesai, yang penting kaya) dan membuang sampah di daerah aliran sungai (DAS).
Itulah sebabnya banjir dan longsor
masih berjabat tangan dengan erat dalam lingkungan manusia. Namun naasnya,
mereka malah memaki, mencaci akan terjadinya suatu bencana, tanpa menyadari penyebab
dari bencana tersebut adalah ulah mereka sendiri. Setelah memakan korban,
munculah perasaan benci, dan bisa jadi menyesal (ketika mereka telah menyadari
sebab terjadinya bencana tersebut).
Untuk itu, selagi belum terjadi,
posisikanlah diri kita masing-masing sebagai makhluk yang tidak bisa menentang
keganasan alam. Sadarlah bung! Jangan lagi membuang sampah di sungai, jangan
lagi menebang pohon secara berlebihan. Kita bisa mencegah rusaknya alat canggih
tercinta kita dengan tidak menyiraminya dengan air, mengapa kita tidak bisa
mencegah bencana (banjir,longsor, dan erosi) yang dapat merugikan kita dan
makhlk hidup di sekitar kita. Mari berbenah, Salam lestari!!
Comments
Post a Comment