Pesan Berarti dari Orang Dayak Kepada Tiga Anak Manusia
Copyright: jurnalbaratborneo.blogspot.co.id |
Hey, Assalamualaikum, whats’up Junglers, kali ini aku akan kembali
bercerita, tentang alam yang tidak pernah berhenti untuk memberikan kejutan
yang luar biasa. Ngomomg-ngomong, sebenarnya saat ini aku sedang disibukan dengan urusan kampus
yang agak padat, namun aku sepertinya lebih perlu menceritakan perjalananku kepada kalian
semua.
Proposal penelitian, seminar
proposal penelitian, oh my god! It’s so
hurt to me (TOFL belum lulus, masih belajar), hahaha. Bukan berarti aku
tidak peduli dengan urusan kampus, kalian tenang saja, aku tidak akan
mengabaikan itu semua. Baiklah, masih dari tempat yang sama, namun dengan
pengalaman yang beda, hutan Kalimantan Barat.
Kali ini aku akan
menceritakan pengalaman yang luar biasa, dan tentunya sangat menarik bagiku
sendiri. Ya mungkin juga cukup menarik untuk dibaca oleh kalian. Aku tidak
peduli, tentang tanggapan kalian, entah kalian suka ataupun tidak, karena menulis
bagiku adalah candu yang harus ada di dalam kepalaku.
Terletak kurang lebih 25
Kilometer dari ibu kota Kecamatan Air Besar, Desa Engkitip menyimpan keindahan yang tidak ternilai dan kurang di
Eksplorasi para pecinta alam “zaman now”. Desa Engkitip yang dekat dengan
Pegunungan Dait, mayoritas di tempati oleh masyarakat Suku Dayak Belangin yang
merupakan salah satu dari sekian banyak sub Suku Dayak yang ada di Kalimantan,
khususnya Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
Desa Engkitip (jurnalbaratborneo.blogspot.co.id) |
Hari itu, dengan
mendahulukan izin dari orang tua, aku dan dua orang temanku memacu kendaraan
menuju Desa Engkitip. Perjalanan menuju Desa Engkitip lumayan berat, kita harus
memacu kendaraan bermotor diatas permukaan jalan yang tidak datar. Tanjakan,
lobang yang digenangi air, baru kerikil dan pasir gunung yang akan menjadi
sangat licin saat matahari sedang bersinar terik di pucuk biru.
Penampakan Jalan Menuju Lokasi (jurnalbaratborneo.blogspot.co.id) |
Sesampainya di Desa
Engkitip, aku dan kedua temanku langsung menuju rumah salah satu rumah warga,
kami meminta izin untuk masuk ke kawasan hutan Desa mereka dan bermalam selama
dua hari dua malam disana. Kedatangan kami disambut baik, malahan kami diberikan
arahan yang sangat bermanfaat sebagai bekal saat kami bermalam di hutan
Pegunungan Dait nantinya. Bekal tersebut adalah cara bagaimana caranya mendirikan
tempat bermalam yang aman dan cara menghindari gigitan pacat.
Pacat Hutan (jurnalbaratborneo.blogspot.co.id) |
Sepertinya akan kurang
rasanya apabila aku tidak menjelaskan kedua “bekal” tersebut secara rinci. Berbicara
tentang cara mendirikan tempat bermalam, kami diberikan arahan untuk tidak
mendirikan tenda atau sejenisnya di bawah pohon besar. Hal tersebut dilakukan
agar kami terhindar dari timpaan ranting pohon yang bisa saja jatuh diwaktu
yang tidak terduga.
Selanjutnya, tentang
menghindari gigitan Pacat yang dapat menghisap darah kalian (ngeri bukan). Mereka
(masyarakat Desa Engkitip) menyarankan kami untuk membawa Tembakau Timbang yang
kemudian di campur air dengan skala 2:8 untuk dioleskan ke bagian tubuh yang
rawan digigit pacat. Rasanya aku sudah menjelaskan cukup rinci kedua pesan
warga desa Engkitip barusan, selanjutnya aku akan menceritakan sedikit
pengalamanku saat berada di hutan pegunungan Engkitip bersama kedua temanku.
Perjalanan disambut dengan
tanjakan setinggi kurang lebih 700M. Kami menghabiskan waktu selama 20 menit
untuk menakhlukan tanjakan sambutan ini dengan nafas dan lutut yang tersiksa. Namun
itu semua bukanlah halangan besar bagi kami, karena kami telah menanamkan tekad
bahwa di balik tanjakan, akan ada keindahan yang hakiki (jangan tertawa).
Hutan Pegunungan Dait (jurnalbaratborneo.blogspot.co.id) |
Setelah menaklukan tanjakan pertama, kami masih harus berjalan kaki selama 2 jam untuk sampai di lokasi yang sudah di tentukan sebelumnya untuk dijadikan basecamp. Tidak menunggu waktu lama, setelah sampai dan istirahat sejenak, kami segera mendirikan tenda untuk bermalam di lokasi tersebut.
Memasak Air dengan Bambu (jurnalbaratborneo.blogspot.co.id) |
Setelah camp dan perlengkapan lainya selesai diurus, aku langsung memutuskan untuk berjalan di sekitaran basecamp dengan membawa joran pancing. Tidak membutuhkan waktu lama, aku sudah mendapatkan satu ekor ikan yang oleh masyarakat lokal di Kecamatan Air Besar dengan nama Ikan Adongan (di Indonesia dikenal dengan Ikan Hampala).
Bakar Ikan Hasil Mancing |
Pemandangan yang sangat indah, air yang jernih, hutan yang lebat dan ekosistem yang masih terjaga dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan seringkalinya aku menemukan jejak hewan yang masih basah, suara burung Murai Batu, Cucak Jenggot dan Sri Gunting. Wah, puas sekali rasanya.
Aku memutuskan berjalan
lebih jauh sedikit dari Basecamp, dan lagi-lagi pemandangan yang luar biasa aku
temukan. Sontak aku langsung teringat denga awal lirik lagu dari Navicula Band
yang Berjudul Rimba berikut ini, “Aku
bermalam di rimba, di tepi sungai suara. Di buai kedamaian sempurna . Di kaki
kayu raksasa, di pudak batu perkasa, Ku rangkai puji bagi pencipta”. Aku terkesima
dan terkagum-kagum dengan pohon yang mungkin usianya sudah ratusan tahun! Aku bersandar
dan berakting seperti layaknya tarzan di film-film (norak).
Phon dan Spot Mancing di Hutan Pegunungan Dait (jurnalbaratborneo.blogspot.co.id) |
Cukup sekian dulu ya Junglers, nantikan kelanjutan kisah perjalananku dalam mengeksplorasi wilayah-wilayah tersembunyi di Kalimantan Barat. Lantas apa yang kita dapatkan dari tulisan ini? Yang kita dapatkan adalah bagaimana kita memaknai kesederhanaan sesuatu, seperti kedua pesan warga desa Engkitip diatas yang memiliki manfaat yang sangat besar. Selain itu, bonus tak ternilai yang diberikan alam yang dijaga dengan baik kepada kita, seperti indahnya pemandangan alam Hutan Pegunungan Engkitip yang menyejukan batin. Alhamdulillah,
Oh iya, ini full dokumentasi bentuk videonya, silakan di intip,,
Comments
Post a Comment