Dari Kaki Pegunungan Niut: Toleransi Antar Umat Beragama yang Kuat itu Terasa
Menyelam dan memancing ikan merupakan
salah satu hobi yang banyak digemari masyarakat dunia. Selain untuk keseruan,
memancing dan menyelam ikan juga (menurut saya) dapat memberikan ketenangan
tersendiri, apalagi jika spot (lokasi) yang kita kunjungi tersebut berada di
tengah hutan yang sejuk. Iya, kali ini saya akan menceritakan pengalaman
beharga yang saya dapatkan saat pergi memancing dan menyelam ikan di wilayah
paling hulu sungai Landak, Kalimantan Barat. Sungai Landak itu sendiri adalah
sungai yang berakhir atau bermuara di sungai terpanjang yang ada di Indonesia,
yaitu sungai Kapuas.
Tidak jauh dari dari lokasi
memancing dan menyelam ikan terdapat sebuah desa yang dihuni oleh masyarakat Dayak
Kalimantan Barat yang dinamai Desa Tengon. Kebetulan salah satu dari rombongan yang berangkat memancing bersama kami waktu
itu adalah Putra Dayak asli Desa Tengon. Namanya Kris, ia sudah lama menetap di
Ibukota Kecamatan Air Besar, yaitu Desa Serimbu. Dikediaman Kris inilah kami
beristirahat, mencairkan suasana dengan masyarakat Desa Tengon sembari
menikmati Secangkir Kopi dan Air Enau yang baru diambil dari pohonya.
Desa Tengon (JurnalBarat Borneo) |
Desa Tengon berdekatan dengan Gunung
Niut dan salah satu gunung yang memiliki sejarah yang menarik, Kalau tidak
salah gunung Berembang (mohon koreksinya
untuk pembaca yang lebih mengenal nama gunung ini). Menurut cerita yang
saya dengarkan dari Ayah Kris, gunung Berembang merupakan wilayah geriliya
prajurit PKI dahulu kala. Beliau juga bercerita tentang keberadaan sebuah danau
(saya lupa di gunung Niut atau Berembang)
yang menjadi saksi bisu “celakanya” pasukan Belanda yang ingin menyerang
para pejuang yang ada di pegunungan tersebut.
“Mereka berniat untuk memotong
jalur dengan menyebrangi danau untuk mempercepat waktu tempuh ke medan tempur. Keputusan
tersebut mereka ambil, karena mereka melihat adanya pohon tumbang yang melintang
seperti jembatan diatas danau tersebut (pohon tersebut tergenang tidak timbul
di permukaan). Namun naas, ternyata yang mereka kira pohon tersebut adalah ular
besar yang sedang berendam di danau tersebut, ujar Ayah Kris (11/02/2018)”.
Pemandangan Saat Perjalanan Menuju Desa Tengon (Jurnal Barat Borneo) |
Masyarakat Dayak Desa Tengon
sangat ramah kepada kami. Kami disambut dengan baik, dan toleransi umat
beragama di sini juga sangat kuat sekali. Saya mendapatkan suatu pengalaman
yang sangat beharga selama saya berada di Desa ini. Suatu ketika saat saya
sedang mengobrol ria bersama rombongan dan masyarakat asli Desa Tengon, Ayahnya
Kris yang memiliki keyakinan yang berbeda dengan saya memanggil salah satu dari
teman saya yang Muslim untuk memotong dua ekor Ayam. Hal tersebut beliau
lakukan karena beliau memahamai aturan tentang bagaimana seorang Muslim
memperlakukan (menyembelih) daging yang akan di makan. Sungguh toleransi antar
umat beragama yang patut diacungi jempol, Sehat Terus Pak!
Menyelam Ikan (Jurnal Barat Borneo) |
Tidak terasa sore pun tiba, ayam
yang disembelih oleh teman saya barusan sudah di goreng dan siap di santap. Kamipun
di panggil ke dapur dan disuguhkan makanan yang sudah disiapkan diatas meja
makan. Sungguh baik sekali pikirku, semoga Tuhan membalas kebaikan beliau
sekeluarga, amin. Setelah selesai menikmati hidangan yang disuguhkan, kami
kembali ke ruang tamu dan melanjutkan obrolan yang sempat dijeda beberapa saat.
Obrolan semakin asik, dan kami semua larut dalam obrolan tersebut.
Suasana Saat Menghangatkan Badan Setelah Menyelam Ikan (Jurnal Barat Borneo) |
Tiba-tiba pamanya Kris datang dan
menawarkan kami untuk berangkat pada malam hari. Ia menjelaskan bahwa ikan akan
menjadi jinak jika kita menyelam pada malam hari. Untuk memancing, ia sarankan
di Pagi hari saat ikan sedang lapar dan mencari makanan. Kamipun Menyanggupi
saran tersebut, kami berangkat pada malam hari.
Tidak terasa malampun tiba dan
kami langsung bergegas menuju lokasi menyelam ikan. Di lokasi yang kami
kunjungi ini banyak terdapat ikan Mahseer atau sering di kenal dengan sebutan
ikan Semah, dan di sebut oleh masyarakat Desa Tengon dengan Nama Ikan Tangis. Terbukti,
saya dapat melihat ikan yang lalu-lalang di antara lubang bebatuan di dalam
air. Kami mulai melakukan perburuan (menyelam ikan) dari Pukul 20:00 wib dan
berhenti pada pukul 01:00 wib. Setelah itu kami membuat api unggun untuk
menghangatkan badan serta memasak nasi dan ikan hasil buruan. Setelah makan dan
beristirahat sejenak untuk menghangatkan badan, kami melanjutkan perburuan, berhenti
dan pulang kerumah tepat pukul 04:00 wib.
Ikan Hampala Hasil Memancing (Jurnal Barat Borneo) |
Rasa lelah membuat kami tertidur
pulas hingga saya sendiri bangun kesiangan (gak siang-siang amat, jam setengah
7 pagi). Sayapun langsung bergegas mandi. Lagi-lagi, setelah mandi dan
menyiapkan peralatan memancing, saya dan rombongan kembali dikejutkan dengan
jamuan dari Ayahnya Kris. Kopi dan makanan ringan sudah tersedia di ruang tamu,
dan kamipun memutuskan untuk menikmati suguhan tersebut terlebih dahulu sebelum
berangkat ke lokasi memancing.
Disela-sela menikmati kopi dan
bercerita tentang perburuan malam sebelumnya, tiba-tiba saya teringat dengan
peralatan selam yang saya gunakan. Saya segera ke belakang dan mengecek
satu-persatu peralatan selam milik saya. Dengan perasaan kaget, ternyata tombak
selam saya tertinggal di lokasi terkahir sebelum pulang, dan mau tidak mau saya
harus kembali ke lokasi tersebut, kebayangkan bagaimana situasinya, hahaha.
Akhirnya, tombak selam saya
berhasil ditemukan, dan kami lanjut memancing. Betul yang dikatakan pamannya
Kris, untuk memancing kami harus melakukanya di pagi hari kisaran jam 6 pagi
sampai Kami mendapatkan
beberapa ekor hampala berukuran sedang, dan salah satu dari kami berhasil
menombak satu ekor Mahseer berukuran besar saat menyelam di Pagi Hari.
Cukup sekian, salam lestari dan
sehat selalu warga Desa Tengon. Terima Kasih Banyak.
kayaknya seru bolang di hutan kayak itu,,, apalagi disungai potensi ikan banyak
ReplyDeletewisata gunung bromo
Wah, gunung niut sudah lama sekali mendengar namanya tapi tak pernah menjejakinya walaupun hanya di kakinya saja. Menarik sekali ceritanya bang, benar2 petualangan yang bagus 👍
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Siti, ,,
Deletemantul banget rasanya . pengen camping di tengah hutan biar bener2 ngerasain kesunyian. bromo travel center
ReplyDelete